Minggu, 28 Oktober 2012

Pilihan

Mana benar mana salah
Mana suka mana benci
Mana nyata mana bohong
Mana salut mana iri
Mana cinta mana hianat
Mana senang mana gusar
Mana doa mana sumpah
Mana bangga mana sombong

Hidup cukup sulit ketika kita ditemui oleh sinonim dan antonim. Kembali kepada kita ingin melingkari jawaban yang mana.
Pilihlah yang terbaik jika ingin lulus dalam seleksi alam. Aku ingat betul Orang Tuaku berkata, "tak akan pernah rugi jadi orang baik"

Published with Blogger-droid v2.0.9

Selasa, 16 Oktober 2012

sedikit kata

Hah !, remangnya jalanan malam memang juara. Jika sudah larut begini orang bebas kebut-kebutan, yang punya pasangan pun asik memacu rendah kecepatan motornya sampai ku bingung mengapa ia tak menepi dan berjalan kaki saja, itu jauh lebih romantis.

Ku tengok jam di lengan kananku, rupanya sudah jam setengah 12 malam, cukup cepat waktu hari ini, rasanya baru 15 menit yang lalu aku menikmati nasi goreng selepas bangun pagi.

Kadang bila penat seperti saat ini aku suka menepi dijalan, menikmati remangnya lampu jalan. Aku pikir selain pantai dan pegunungan, tepi jalan raya di kala malam bisa menjadi alternatif hiburan.

Salah bila kalian pikir aku menggoda "Perempuan nakal" bukan itu hiburan yang aku maksud. Aku tak memuja urusan bawah perut buat ku nomor satu tertawa, nomor dua menyendiri itu sudah cukup.




Kamis, 11 Oktober 2012

Nasi Padang

Dua bungkus nasi padang yang kubeli siang itu kubawa keluar rumah makan. Di sebuah tempat parkir rumah makan kita dapat memandang padatnya lalu lintas siang itu. Suara klakson yang bersaut-sautan mengambarkan situasi emosional si pengguna jalan karena harus mengejar waktu ditambah terik matahari yang siang itu seperti sedang "galak-galaknya". Pandanganku berubah kearah seorang ibu yang sedang menggandeng tangan anaknya di tepi jalan. Si Ibu umurnya kira-kira 45 tahunan sedangkan si anak kira-kira seumuran dengan siswa SMP kelas 2. Mereka berjalan kearah rumah makan dan otomatis berpapasan denganku.

Kira-kira 5 langkah didepan pintu masuk rumah makan sang anak terjatuh dan sedikit meringis kesakitan, lalu si Ibu membantunya berdiri sambil menasihati agar hati-hati bila berjalan tetapi si anak hanya membalas ucapan Ibunya dengan kata-kata yang sukar aku mengerti, rupanya si anak mengidap down syndrome.

Aku berpikir dari kejadian ini, bila dibalik, bila orang tua mengidap down syndrome dan anak yang sehat, akankah si anak mau mendampingi orang tuanya ?.
Akankah si anak mau membangunkan tubuh orang tuanya yang jatuh, atau si anak akan terus berjalan masuk kerumah makan untuk memesan makanan?

Apa pun jawaban dalam pikiranku, aku sepakat dengan peribahasa "Kasih anak sepanjang galah, kasih orang tua sepanjang hayat"

Selasa, 09 Oktober 2012

Aku Juga Sayang Kamu

Tak banyak ledakan-ledakan istemewa dalam hidupku. Tapi belum lama aku mendapatkan bukti bila Tuhan Maha Pengasih. Aku mungkin umatNYA yang bodoh, aku selalu minta apa pun yang kuharapkan dan tak lama aku mendapatkan keinginanku, tapi balasan dariku apa? boro-boro untuk menyempatkan kaki ini ke Masjid, dirumahpun dahi ini jarang menyentuh sajjadah (Ya Allah, Terimakasih dan maafkan Aku).

Aku heran kenapa masih banyak orang yang "menyembah batu", mereka punya Tuhan lalu kenapa mereka masih ragu?.

Aku sangat percaya ungkapan seperti ini  "Doa orang hanya masalah waktu, cepat atau lambat pasti dikabulkan. Jika tidak dikabulkan mungkin Tuhan punya rencana-rencana baik selain itu" 

Aku semakin yakin apa yang dikatakan Bapak, jika Tuhan sangat menyayangiku.

Malam ini jam menunjukan pukul 01.30 WIB dan mata ini sama sekali belum ada tanda-tanda mengantuk, mungkin aku masih merasa senang, karena kabar baik itu datang, kabar yang bakal jadi sejarah dalam hidupku.

Terimakasih Tuhan, aku juga sayang kamu

Persimpangan Jalan

Saat ku berjalan menuju kelas ruangan tempatku kuliah banyak kutemui pemandangan yang membuat rasa iri ini keluar dari persembunyiannya. Dibawah kanopi ditepi parkiran kampus kutemui banyak mahasiswa berkerumun, jumlahnya banyak dan mereka tertawa, mereka bergurau dan kulihat dari dari garis wajahnya jika mereka benar-benar menikmati situasi di siang itu. 

Tak ada yang lebih membosankan bagi mahasiswa ketika mereka "dipaksakan" untuk mengulang mata kuliah. Mengulang mata kuliah atau biasa ku sebut "menghapus dosa masa lalu" ini berbeda dengan kuliah-kuliah sebelumnya. Jika sebelumnya aku biasa jahil, aku biasa bergurau dengan teman sekelasku berbeda pada masa ini, aku hanya bisa memperhatikan jam tangan, menanti kapan dosen ini menyampaikan kalimat penutup.

Aku pernah mengalami masa-masa dimana "orang tuaku" menjadi teman seman sebaya pada semester-semester lalu. 

Sejujurnya aku merasa rindu dengan hal-hal yang telah lalu. Aku ingin sebentar saja berganti peran dengan dengan anak-anak yang berada di bawah kanopi ditepi parkiran kampus. Mungkin berkumpul bersama dan membuat lelucon telah menjadi kenangan di kepala kita masing-masing.

Sadarkah jika kita telah berada di sebuah persimpangan jalan, persimpangan yang akan memisahkan kita nantinya. Kita tidak tahu apakah kita akan bersama-sama lagi atau bercerai berai di hari nanti, tapi nampaknya kita harus membiasakan diri pada situasi tercerai berai. 

Kuliah menurutku bagaikan merajut sebuah baju, dan kini kita sudah dalam posisi sulaman terakhir. Semoga saja baju yang kalian kenakan indah, untuk dikenakan di dunia luar, aku harap kalian bisa menambal atau mengingatkan bila melihat salah seorang dari teman yang berlubang di bagian bajunya.

Serba tak enak bila telah sampai di persimpangan. Bimbang, berat kaki ini untuk melangkah tapi kita dituntut untuk  terus berlari. 

Kiranya kalian mesti membaca rangkaian kata ini,

Aku tak mau kita seperti ini
Mengapa harus bingung menghadapi persimpangan
Mengapa kita tidak menjebol dinding pemisah jalan?
Atau mengapa kita tidak memilih jalan lain yang bisa kita lalui bersama-sama?
Tapi tampaknya kita harus mengalah dengan realita
Dinding pemisah jalan itu semu, tak bisa dipisahkan
Jalan lain pun tak ada, pilihannya cuma satu. Pilih jalan itu dan lanjutkan perjalanan
Kita punya sekotak cereal sebagai bekal perjalanan
Pastikan kalian mau berbagi bekal itu kepada teman seperjalanan
Aku tidak suka dengan episode kali ini
Tapi percaya suatu hari kita bakal tersenyum
Di muara nanti
Kita akan bertemu, berbagi dan berusaha mengulang episode-episode yang telah lalu
Mari kita lanjutkan peralanan ini
Semakin lama disini kita bisa diterkam hewan buas bernama "waktu"
Selamat jalan teman
Berteriaklah bila kalian sudah tiba di muara

  

Tafsirkan

Hari ini ku coba untuk kembali ke ladang emas yang sempat dulu ku gali. Berkobar-kobar semangat ini jalan kearahnya. Aku tak peduli bila nanti ada hewan buas menghadang. Tujuanku keatas bukit, menemukan kembali ladangku dan pulang membawa bongkahan emas yang tak akan kulepas dengan harga rendah kepada para tengkulak. Angan-angan yang membuat api dalam tubuh ini berkobar, ini menjanjikan.

Memang tak mudah untuk sampai ke atas bukit, hutannya terkenal banyak akan hewan buas, belum lagi sisa-sisa ranjau pasca Perang Dunia ke II yang senantiasa menggoda niatku untuk mencari tambang emas yang tempatnya relatif mudah. Tapi aku sudah terlanjur berharap dengan ladang emas itu, angan-anganku pulang dengan memanggul kepingan emas sudah sering keluar masuk kedalam kepalaku. Baru saja aku selesai menaruh palu dan pahat kedalam tas kecilku, memang hanya itu peralatan yang ku punya, aku tak punya alat berat, aku tak punya dinamit, tapi aku muda, aku kuat, aku semangat. Orang bijak mengatakan " yang paling penting adalah kemauan", nah kata-kata ini yang kupegang untuk berusaha memindahkan bukit itu.

Musuhku bukanlah hewan buas atau ranjau itu, tapi musuhku yang sebenarnya adalah keputus asaan dan kejenuhan. Bukit itu letaknya bermil-mil dari rumahku, mungkin aku semangat hari ini, tapi situasi bisa berubah ketika kondisi ku sudah jenuh. Aku juga benci keputus asaan, putus asa bukan cuma bisa merusak mimpi tapi keputus asaan bisa melenyapkan rasa cintaku pada pekerjaanku ini.

Aku ingin meniru kebijakan petinggi militer Jepang pada saat menghancuran Pearl Harbor yang sengaja mengisi cadangan bahan bakar pesawatnya untuk sekali jalan, sehingga mau tidak mau prajuritnya melakukan "kamikaze". Aku ingin seperti itu, aku ingin menambang emas sampai mati, aku cinta pekerjaan ini.

Aku harap aku bisa secepatnya pergi ke ujung bukit itu, aku tak mau menunggu lama, karena waktu membuat aku lemah. 

Minggu, 07 Oktober 2012

Titik vs Segalanya

Aku adalah sang debu dan KAU adalah alam semesta tapi kadang ku berani mengangkat kerah bajuMU

Aku adalah plankton dan KAU adalah jagat raya tapi kadang ku berani mengacungkan belati

Kadang secara tak sadar aku meludah dihadapanMU

Aku bahkan tak menggubris panggilanMU

Aku tak takut lagi akan hardikMU

Entah berapa kali kupalingkan wajah ini ke hadapan para Iblis

Tapi apa yang KAU lakukan atas perlakuanku, kau bahkan tak pernah memperlihatkan garis amarah

KAU tak pernah melepas pelukanmu

KAU tak pernah henti mengusap kepalaku

KAU tak pernah bisa menghentikan tepukan-tepukan kecil dipundaku

 "Tuhan sayang kamu nak . . " (Bapak)

Hanya Inginku

Kalau bisa ku berdiskusi dengan ruh pengisi jiwa ini

Ku ingin bertanya dengannya, Apakah ia jenuh?

Apakah ia muak dengan sang pengguna jiwa?

Akankah ia jijik?

Bila saja ia mau minum dengan gelas yang sama denganku malam ini, Aku ingin meminta nasihat

Bagaimana cara bersaing dengan waktu?

Bagaimana cara memalingkan muka dari harapan?

Bagaimana cara bersahabat dengan kemalangan dan bagaimana cara menatap ke tanah saat mendapat kemujuran?

Bila saja ia mau menghabisi malam ini bersamaku

Aku ingin bercerita banyak tentang pengalamanku selama ini

Aku ingin ia betah dalam jiwa ini

Aku ingin ia tetap bersahabatku, paling tidak sampai orang-orang sekitarku tersenyum, paling tidak sampai mimpi-mimpi itu ku genggam dan paling tidak sampai timbangan kebaikanku sedikit lebih berat dari timbangan keburukanku

Sadarkah bila kita hidup bagaikan berjalan secara perlahan, secara bersama-sama kita berjalan dengan tujuan yang sama, yaitu kesebuah bidang tanah yang lubangnya akan kita buat dengan cangkul yang kita panggul sendiri.

Sabtu, 06 Oktober 2012

Syukur

Syukur tak terhingga aku masih bernapas dan kaki ini masih menginjak bumi

Syukur tak terhingga aku masih bisa merasa bersalah ketika ku salah melangkah

Syukur tak terhingga aku masih bisa membedakan yang mana Mawar Merah yang mana Mawar Putih

Syukur tak terhingga sampai saat ini aku masih bisa mencium sedap aroma masakan Ibuku

Syukurlah . . .

Banyak sekali hal-hal yang mesti kusyukuri sampai detik ini

Aku masih bisa mengecap akan enaknya sup ayam buatan Ibuku

Aku masih bisa tertawa terbahak-bahak saat melihat sang jenaka

Aku masih bisa menikmati makan dan nonton televisi lengkap bersama keluargaku

Dan aku bersyukur masih bisa membagi waktu denganMU



  

Jumat, 05 Oktober 2012

Skenario dalam Film

Aku yang bermain peran atas skenario yang Tuhan buat

Aku yang berharap aku menjadi pemain inti di film yang Tuhan buat

Aku bosan menjadi figuran terlalu lama

Aku mau Tuhan kembali melirikku

Aku muda, aku kuat, aku semangat, Tuhan tau itu aku

Aku berharap Tuhan percaya aku

Aku tak memaksa, ini cuma keinginan, aku terus mengasah belatiku

Aku tetap menjadi pemain, aku tak ingin merebut kursi sutradara milikMU

Biarlah skenarioMU menjadi film terbaik untuku


Coca-Cola.

Tak jelas kapan pertama kali aku menjadi penggemar minuman ringan ini. Mungkin pada saat bayi dulu, Ibuku malas menyusuiku dan malah memberikan sebotol coca-cola untuku. Adrenalin ku meningkat ketika meneguknya, syarafku seolah mengendur ketika mencium aromanya. Minuman ringan yang dicptakan Dr. Jhon S Pemberton ini paling sering kuteguk saat Manchester United bermain. Tegukan ku makin sering ketika Luis Valencia menyusur lewat sayap kiri permainan, memang minuman ini bagaikan morphine bagiku saat suasana sedang genting. 

Aku suka memperjelas aromanya ketika sendawaku meluncur dari tenggrokan, harum aromanya. Menurutku minuman ini tak ada pesaing berarti dari minuman-minuman ringan para pesaing pasarnya. Tanpa tambahan lemon dan hanya mengandalkan orisinalitas soda dan rasanya minuman ini bisa memberikan fantasi seperti di antartika ketika matahari sedang galak-galaknya. Wanita akan menjadi sexy bila membawa sekaleng minuman hitam pekat ini, entah mengapa kulihat demikian. Berbicara wanita, maka perbandingannya sama dengan wanita pembatik jika berbicara coca-cola dengan wanita dari sisi seksualitas mereka.




Saran ku, sesekali cobalah meminumnya ketika malam sunyi dan ditambah musik dari band-band britpop seperti Blur,Oasis, Radiohead ataupun Pulp, untuk apa? kalian temukan sendiri jawaban ketika mencobanya. 


Kamis, 04 Oktober 2012

Hujan yang Mengingat

Akhirnya hujan turun juga, setelah lama dinantikan Raja semesta "mengucurkan" juga air kasih sayangnya. Hujan sore ini menemani pulang kuliahku di bis kota yang kondisinya tidak cukup baik ini. Bocor disana-sini membuat penumpang merelakan otot kakinya untuk kembali menopang tubuhnya. Saling bergantian turun naik penyanyi jalanan mengundi nasib, menambah hiruk pikuk sang raja jalanan ini. Diskusiku dengan seorang teman dan lampu yang remang-remang menambah nikmatnya suasana petang itu, tapi sayang harus kuakhiri perbincangan asyik itu.

Rupaya diluar masih gerimis, kuangkat hoodie keatas kepalaku. Hujan memang berkah, tapi menurutku tidak bagi penjaja kaki lima, mata mereka kosong, sesekali waja mereka menghadap langit, aku bisa baca pikirannya, apa lagi supaya berharap hujan ini berhenti dan kembali mereka bisa berburu Rupiah. Dalam jingga lampu jalanan ku berjalan ditepi. Masih dalam perasaan iba ku ingat bapak tua penjual kincir angin kecil. Bapak tua itu yang sudah berumur itu sering kutemui di tepi jalan Ciledug-Paninggilan (semoga kalian beruntung bisa menemuinya). Biar kudeskripsikan bagaimana sosoknya, umurnya kira-kira 70 tahun, Mengayuh sepeda tua, memakai peci yang tak jelas warna aslinya. Kincir angin yang ia jual pun sangat sederhana, hanya dari potong kecil bambu dengan beberapa sampul warna dibagian kincirnya dan ditambahkan bunyi-bunyian yang membuat anak-anak ingin memilikinya.

Bapak tua ini berjalan menjajakan dagangannya cukup jauh, ia memakai sepeda tetapi tak dikayuhnya, ia hanya duduk dan menghempaskan kakinya keaspal sedikit, perlahan, meter demi meter, karena kuperhatikan sepedanya tak memiliki rantai.

Tak sedikit pengendara melihat dan memberhentikan kendaraannya untuk membeli 2 atau 3 batang kincir angin, mungkin mereka iba karena tak tega melihat bapak kurus itu menjajakan dagangan dengan cara yang membuat mata ini tak ingin lama-lama menatapnya.

Timbul pertanyaan dalam kepalaku, kemana anaknya? apakah ia berkeluarga? bagaimana dengan istrinya?

Pada akhir akhir ini aku ingin menemui Bapak tua itu, tapi tak kutemukan lagi, Aku takut Bapak itu tersrempet mobil lalu mati, aku takut ia tak mampu lagi menghempaskan kakinya lagi dan yang aku paling takut kita tak bisa ambil contoh dari semangat beliau.

Pada judul "Patas AC" aku sudah menceritakan bagaimana aku mendapatkan pelajaran dari pengamen bis kota yang "mahir" bersyukur. Beruntunglah kita semua. Beruntung. Beruntung. Beruntung.

Rabu, 03 Oktober 2012

Tafsirkan Sesuka Kalian

Tak terasa malam hampir tiba, aku kira aku baru membuka mata ini satu jam. Waktu memang sombong, ia berlari dengan cepat, bahkan Usain Bolt dibuat terengah engah olehnya. Malam tiba, tiba pula saat saat puncak pikiran yang mengganggu. Sudah satu bulan pikiran ini rakus memenuhi sel demi sel di otaku. Pikiran ini pun yang memaksaku untuk mencurahkan keluh kesah dengan berbatang-batang tembakau gulung. Aku percaya bila waktu yang akan menguapkan semua permasalahan, tapi aku belum bisa merangkul waktu, ia tersinggung setelah ku anggap fatamorgana. 

Banyak sudah harapan-harapan muncul seolah menjadi penyapu suara serak tenggorokan ini. Aku sedikit membuka mata ketika ada suara dari telinga kanan ku yang berkata "jangan cari tempat bersandar, tapi kau buat tempat bersandar itu". Suara yang menggugah dan membakar kembali api dalam hati ini. Aku beranggapan bila kita seperti disebuah padang rumput, dan kita hidup bagai domba-domba gembala. Domba-domba gembala yang merindukan alam bebas, hidup bebas, tidak lagi digiring oleh sang pengembala. Bebas dan kembali ke alam adalah cita-cita semua ternak, cita-cita yang pernah dirasakan para nenek moyang ku dulu.

Masih menganalogikan domba, saat itu kupandang seluruh padang rumput, adakah celah untuk melarikan diri. Sambil menggosok-gosokan tanduku ke fosil kayu aku sempat membayangkan bila aku bebas nanti, akan kudaki gunung, akan kucoba semua rumput terbaik di planet ini dan akan kurasakan air dari mata air tersegar di setiap pelosok dunia. Saat asyik-asyiknya membayangkan hal itu aku dikejutkan kedatangan sang gembala, rupaya hari sudah petang, sudah waktunya kembali kekandang.

Pagi hari selalu ku bersemangat, mengapa? karena hanya di pagi hari kurasakan rumput sesegar ini, rumputnya ditambahi bonus embun pagi oleh raja semesta. Setelah kulalap habis rumput itu biasanya aku asik menikmati hari di atas pohon, entah apa nama pohon itu, tak ada satu pun yang tahu sejarah pohon itu pokoknya pohon itu sudah ada sejak kakek nenekku remaja. Vegetasi dari padang rumput ini unik, pohonnya pendek-pendek mungkin alam sekitar sini hobi berbonsai seperti sebagian manusia.

Hari itu cuca mendung, dan sekarang gerimis mulai turun, aku dan orang tuaku berebut dahan salah satu pohon dengan keluarga dari domba lain. Tak ada domba yang  ingin bulunya basah, butuh waktu lama untuk mengeringkan bulu bulu itu belum lagi ditambah dinginnya tubuh disebabkan dari basahnya bulu.

Aku dan orang tuaku menatap luas padang ini, sambil menanti hujan yang kian lebat ini berhenti. Ayah berkata "kau ingin bebas nak suatu hari nanti?" aku menjawab dengan semangat "jelas yah, aku ingin keliling dunia, aku ingin seperti manusia, aku ingin seperti Marcopolo". Lalu Ayah menimpali "hebat kau, lalu kau tega tinggalkan Ayah? kau tega tinggalkan Ibumu? Kita semua di padang ini hanya menanti waktunya tukang daging datang dan menukar kita dengan uang, lagi pula kakimu belum kuat, kau pasti kalah bila adu lari dengan singa, dengan leopard atau binatang buas lainnya. Silahkan kau jelajahi dunia ini asal kau jangan lupa dengan kawanan domba-domba ini, asal kau mampu berlari lebih cepat dari sekarang". Tak ada jawaban dariku, aku mengerti makna "lupa" yang diucapkan Ayah, tapi tentang "berlari" aku masih rancu apa mampu aku mengimbangi kecepatan waktu yang jelas-jelas telah membuat Usain Bolt jatuh pingsan kelelahan?.

Selasa, 02 Oktober 2012

Hiperbola Perumpamaan

Setengah windu silam aku mulai menghafal pandangan mu.

Aku pun mulai yakin sorot mata itu berasal dari mata indahmu.

Mulai detik itu mengagumi-mu menjadi rutinitas tambahan bagiku.

Aku bisa menebak bahwa anggun, adalah suara langkah kakimu.

Rasa ingin tahuku bertambah, bagaimana lukisan senyum diwajahmu.

Oh, Nostradamus aku ingin berbagi pandanganku ini.

Mao Zedong pun kukira akan melunak melihat garis senyummu.

Aku merasa beruntung Soekarno telah wafat, aku tak mampu bersaing dengannya.

Ah, senyum dan tawa kecilku keluar saat ku menulis kata-kata ini, manis kisahnya seperti kue ulang tahun pertamaku.

Saat itu, aku mulai mengeja namamu, adakah persamaan nama antara aku dan kamu, tapi hasilnya berbeda, kau bernama tengah "cantik" dan aku "biasa".

Jatuh cinta membuatku malu, bodoh dan hiperbola, seolah tak percaya aku tak mampu mengeja deret Alfabet.

Senin, 01 Oktober 2012

Kesetiaan = Peluru

Siang ini aku merasa terharu sekaligus kesal. Pemberitaan di televisi siang ini benar-benar membuktikan manusia-manusia sekarang sudah tidak mengindahkan arti kesetiaan. Kisah haru kesetiaan ini muncul ketika dua Anjing milik Yonathan Semiaji (Seorang pemilik kios jamu di Kota Malang) setia menjaga jenazah majikannya yang mulai membusuk. Didalam pemberitaan dijelaskan bahwa warga sekitar kios jamu milik Yonathan merasa curiga ketika mencium bau busuk yang berasal dari dalam, ditambah Yonathan sudah cukup lama tidak membuka tokonya. Curiga terhadap hal itu tetangga sekitar kios Yonathan melapor kekeluarganya dan kepihak kepolisian.

Benar saja ketika petugas masuk kedalam kios, petugas mendapati Yonathan telah tewas dengan keadaan jenazah yang nyaris membusuk. Sampai aku menulis saat ini belum diketahui apa yang menyebabkan kematian Yonathan. Hal yang menjadi istemewa dari kejadian ini adalah adanya dua Anjing yang berada di sisi jenazah, kedua Anjing itu nampak kebingungan melihat kedatangan sejumlah petugas dan warga. Anjing yang tidak mengetahui arti kematian itu mencoba menghalang-halangi dan menyerang para petugas yang berniat untuk mengevakuasi. Mungkin karena frustasi dan merasa waktunya habis oleh perlakuan dua Anjing tadi petugas meminta restu kepada keluarga untuk mengakhiri nyawa Anjing itu, pihak keluarga pun mengamini dan dengan sekali tembak Anjing-Anjing itu "menyusul" majikannya. 

Jika orang-orang di stasiun Shibuya iba lalu memberikan makanan saat melihat Hachiko menunggu Profesor Ueno bertahun-tahun, naas bagi Anjing milik Yonathan, niatnya melindungi jenazah majikannya malah di balas aksi galak para petugas.
Aku bertanya-tanya dalam hati, mengapa peluru tajam, bukan obat bius?

Oh, mungkin petugas itu mengerti bahasa binatang sehingga kemauan Anjing itu untuk menyusul majikannya dipenuhi.
Atau mungkin orang-orang dinegeri ini sudah anti terhadap kesetiaan? sayang sekali. 


Patas AC

Aku lupa tahun berapa pengalaman ini terjadi, Kalo tidak salah akhir 2009 atau awal 2010 silam. Siang itu dengan menumpang patas AC aku duduk dideretan bangku paling belakang. Di daerah Ratu Plaza naiklah pengamen, kuterka umurnya sekitar 32 tahun. Gitarnya usang, Bajunya seakan-akan sudah dikenakannya sejak tiga hari yang lalu. Menariknya, lagu yang dimainkan lagu  balada ala Alm. Franky Sahilatua, aku suka lagu-lagu seperti itu, jenaka namun tajam.

Kunikmati petikan gitar walau suaranya sedikit parau. Ratu Plaza - Kebayoran ditukar dengan 3 sampai 4 lagu, dan tibalah sampai pada waktu yang dinantinya, menanti uang saweran para penumpang. Sekilas ada garis khawatir di raut wajahnya, penuh harap bungkus permen yang menjadi wadahnya penuh sesak. 

Aku suka pengamen ini, ia beda, sama sekali ia tak memunculkan sedikit pun tanda tanda arogan seperti kebanyakan pemain lainnya. Ia selalu melempar senyum, sekali-kali ia tertawa tanpa sebab, tapi kuhargai karena langka menemukan keramahan seperti ini.

Satu satu ia berjalan ke belakang penuh harap meminta beberapa sisa Rupiah dari kantong para penumpang. Ada yang memberi ada yang tidak. Wajar bila ketika penumpang memberinya uang ia mengucapkan terimakasih, itu harus menurutku, tapi ia lain ia mengucapkan terimakasih kesemua penumpang baik yang memberi atau pun yang tidak bahkan yang apatis pun ia tambah dengan bonus senyum ramah.

selesai "menunaikan tugasnya" ia duduk tepat disampingku. Ia keluarkan uang hasil menyanyinya dan terdengar "Alhamdulillah dapet lapan setengah" seketika itu ku menoleh dan membuat ia kaget sehingga membuat selogam uangnya jatuh, ia pun mengambil uang itu sambil berkata "biar cepe juga lumayan bisa nambah nambah beli minum". Ohhh ya Tuhan lancarkanlah rezeki orang ini, berilah ia kesehatan, ia mengajariku banyak hal dari mulai ramah kesetiap orang walau ia mendapat perlakuan yang tak enak sampai pelajaran sulit bernama "bersyukur".

Kadang kita kesal melihat usaha kita dianggap remeh, kadang kita pun merasa remeh dengan selogam uang kita, kapan kita terakhir mengucap "Alhamdulillah"?. Seolah-olah kita merasa kata sakti itu hanya "boleh" dikeluarkan saat kita mendapat rezeki besar, kita lupa, kita tertawa, kita berkumpul dengan keluarga, kita sehat, itu sudah luar biasa.

Jadi pilihannya ada di kita sendiri mau bersyukur sekarang atau menunggu menjadi (maaf) pengamen baru mau bersyukur?

"Setiap orang di dunia ini adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah dikembalikan" (Ibnu Mas'ud)

Sebuah Tawaran


Aku bukan Shakespeare

Aku juga bukan JK Rowling, apa lagi Joestei Gaarder

Aku ya Aku pemeran atas skenario Tuhan yang juga lawan mainmu

Maukah kau berusaha membuat endingnya bahagia?